Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2015

Seperti Mimpi

Ketika mulai jatuh cinta, diri mulai tidak jujur dengan diri sendiri. Menjadi orang lain dalam khayalanmu, menjadi orang lain yang seperti dirimu. Aku tidak berdiri lagi dengan kakiku, tidak berlari lagi dengan kakiku, dan juga tidak melompat lagi dengan kakiku. Apa ini yang akan membawaku lebih dekat padamu? Bahkan sekarang pun aku mengendarai sepeda untuk dapat selalu mengejarmu. Namanya Resky, bukan i tetapi pakai y, tetapi aku lebih suka memanggilnya Kiki, pakai i-i bukan y-y. Dia pun tidak keberatan jika aku memanggilnya begitu, meski semua orang-orang memanggilnya Resky. Dia seorang wanita dengan nama pria. Entah mengapa nama itu yang aku suka darinya. Dia bekerja sebagai penjaja minuman kesehatan yang bersepeda keliling gang setiap sore. Namun yang aku tunggu-tunggu bukanlah minuman itu, bukan juga bunyi kring-kring sepedanya. Dia suka tersenyum, dan itu yang aku tunggu darinya. Aku. Jatuh. Cinta. Padanya.

Serangkai Sajak Cinta - 3

Untukmu kasih Aku tuliskan Cinta di setiap lembar langit sajakku Cinta di setiap urat daun Cinta di setiap senja sajakku Serangkai sajak cinta Serangkai purnama rindu Serangkai embun Serangkai kabut Serangkai ungu rona awan jingga Untukmu kasih Aku tuliskan Cinta di setiap lembar langit sajakku Di setiap bait cahaya bintang Serangkai sajak cinta Untukmu jua

Sepasang Kupu-Kupu di Jendelaku

Langit deras oleh pilu hujan yang berteriak kelam. Memutus titian antara aku dengan harapan yang berubah menjadi awan tipis. Awan yang justru menurunkan hujan yang selalu membuatku terlelap. Hujan itu selalu mengalirkan rasa. Aku lihat jendelaku, yang membingkai hujan, dalam rasa keharuanku. Ya, sepasang kupu-kupu di jendelaku, yang terbang terbingkai oleh keharuanku. Jendela dengan jeruji-jeruji bisu. Aku lihat kupu-kupu itu hinggap di sana. Sayapnya menari-nari mengibaskan pelangi, menari-nari melukis warna senja, menari-menari berkilau terbias hujan. Pelangi tersenyum di jendelaku.

desa hujan - 1

Desa hujan sebuah tempat dimana aku meninggalkan rindu, meninggalkan penat karena tidak bisa mengucapkan cinta kepadamu. Rinduku tumbuh seperti jamur putih di musim hujan, berbunga seperti Trifolium, dan wangi petrichor menghiasi rasa itu. Sesal dan rindu apa bedanya bagiku, kini kau jauh seperti pelangi yang tidak akan pernah bisa aku sentuh, seperti pelangi yang terus menjauh ketika aku mendekat. Adakah juga kau menyesal, ketika aku tidak berani dan kau hanya duduk tertunduk malu di sampingku?   Aku menyesal. Sampai sekarang, pun.

Pandangan Pertama

Dari mata turun ke hati, begitu yang sering terdengar. Ketika pandanganmu terhenti beberapa detik oleh sebingkai wajah, setali senyuman, mata yang dalam, bentuk hidung bahkan dagu yang hanya bisa dipandang tertunduk. Seperti memandang langit malam yang penuh bintang, waktu seakan berhenti karena butuh beberapa ribu tahun untuk menggapai satu bintang saja. Percaya pada cinta pandangan pertama berarti harus menunggu, menunggu, dan menunggu waktu yang tepat apakah pandangan itu benar-benar telah jatuh pada cinta yang kau harapkan, jodoh yang ditentukan, atau takdir yang ingin kau tulis sendiri. Dan berbicara tentang diriku yang sedikit percaya pada cinta pandangan pertama. Pandanganku telah terhenti padamu, kurang dari empat detik, mata dan lengkung bibirmu. Waktu seakan berhenti melesatkan pikiranku ke masa silam, mengingatkanku pada seorang gadis impian. Dari mata turun ke hati. Namun melihat keadaanku saat ini, cukuplah cinta itu di depan mataku saja karena sudah terlambat

Kaki Langit

Bintang menepis Sepi bulan Bulan beredar Menulis kisah Untuk bumi Matahari merangkul pinus Menyemat pagi di antara Daun-daun jarum Pinus menepis Sepi gunung Angin berbisik aku akan melindungimu Aku empaskan malam Aku lelehkan siang Antara   Timur                                   barat Kaki langit

Cinta Bola Lampu

           Ini kisahku, kisah biasa tentang seorang pria biasa yang mengejar cinta yang juga biasa saja, anggapku sih begitu. Waktu SD aku dianggap bodoh, disuruh membaca aku tidak mau, menjawab soal pun aku tidak mau, kerjaku di kelas hanya menggambar dan mencoret-coret buku tulis . Dan berakhir, aku menyelesaikan masa SD selama 8 tahun. Di SMP pun sama, namun gambarku mulai sedikit lebih bagus, begitu kata teman-temanku. Dan aku pun sanggup menyelesaikan masa SMP tepat waktu. Aku memang tidak begitu pintar, namun juga tidak bodoh. Sebuah gambar lebih berarti dibandingkan seribu kata, aku pernah mendengar itu dan menurutku memang benar. Walaupun bapak selalu memarahiku karena tidak pernah sekali pun aku masuk dalam jajaran peringkat 10 teratas di kelas bahkan peringkat 25 pun tidak pernah. Di SMA, aku mulai berpikir kalau keadaanku akan berubah menjadi lebih baik. Namun sebaliknya hal yang terparah pun terjadi, belum cukup lima bulan aku bersekolah, aku dikeluarkan dan t